Krakow Kotanya Para Raja di Polandia
AGEN SABUNG AYAM TERBESAR - Krakow menatap masa lalu dan masa depan dalam waktu yang bersamaan. Pernah berstatus pusat politik Kerajaan Polandia selama 500 tahun, Krakow lazim dijuluki “Kota Para Raja.” Sekarang, kota ini berambisi melompat jauh ke depan dengan menjadi “Kota Para Technopreneurs.” Hasilnya? Jukstaposisi yang janggal: Silicon Valley yang merekah di antara katedral dan kastel.
Saya datang di ujung musim dingin. Seperti kebanyakan turis, saya larut dan hanyut dalam keindahan bangunan-bangunan sepuh di kota ini. Rynek Glowny, alun-alun Abad Pertengahan terluas di Eropa, dinaungi sebuah basilika yang menjulang anggun. Di jantung alun-alun, terdapat sebuah pasar megah yang sudah beroperasi selama tujuh abad sampai-sampai distempel “mal tertua sejagat.” Semuanya bagian dari kompleks Kota Tua yang telah dinobatkan oleh UNESCO sebagai Situs Warisan Dunia.
Tahun lalu, Krakow disambangi oleh lebih dari 10 juta turis. Sebagai destinasi wisata, kota elok yang dibelah Sungai Vistula ini memang punya banyak amunisi untuk membius mata: 42 taman, 120 gereja, 28 museum dan galeri. Tapi Krakow tak mau sekadar menjadi magnet pelancong. Sejak 2008, kota ini berikhtiar mengembangkan industri berbasis teknologi. Ia berniat menggali sumur uang baru untuk menjamin masa depannya, sebab masa depan, suka atau tidak, turut dibentuk oleh mereka yang meracik peranti dan aplikasi.
“Beberapa tahun silam, tak seorang pun membayangkan firma asal Polandia sanggup menembus Silicon Valley,” ujar Presiden Bronislaw Komorowski pada akhir 2013. “Kini, kami sepatutnya memiliki mimpi yang berbeda… mimpi mendirikan Silicon Valley di Polandia.” Mimpi itulah yang tengah dirajut di Krakow. Sekitar 50 perusahaan teknologi multinasional telah menancapkan perwakilannya di kota ini, sebut saja ABB, Motorola, General Electric, dan Hitachi. Kita juga bisa menemukan cabang divisi riset Samsung, markas produsen perangkat lunak Comarch, serta laboratorium IBM.
Bagaimana Kota Para Raja ini berubah menjadi Kota Para Technopreneurs? Apa sebenarnya modal Krakow untuk menggapai mimpinya? “Manusia,” jawab Szymon Gatlik, Chief Specialist Tourism Marketing Pemkot Krakow. “Krakow mengoleksi banyak kampus berkualitas. Di sini terdapat sekitar 200.000 mahasiswa, dengan 30.000-40.000 orang di antaranya mengambil jurusan teknik.”
Sebagaimana kastel dan katedral, kampus adalah bagian integral dalam sejarah Krakow. Kota ini sudah dikenal sebagai sentra akademis Eropa Tengah sejak berabad silam. Salah satu kampusnya yang paling legendaris adalah Jagiellonian. Didirikan pada 1364 oleh Raja Casimir Yang Agung, Jagiellonian adalah universitas tertua kedua di Eropa Tengah setelah Charles University di Praha, tapi ia yang pertama yang menawarkan jurusan astronomi dan matematika. Mungkin itu sebabnya Copernicus memilih “nyantri” di Jagiellonian untuk mempelajari konstelasi Bima Sakti sekaligus menjawab pertanyaan fundamental kala itu: siapakah pusat tata surya—bumi atau matahari?
Peran Krakow dalam membentuk tradisi intelektual Eropa itu berlanjut hingga kini. Mengoleksi lebih dari 20 perguruan tinggi, kota ini kerap disejajarkan dengan Boston. Di Indonesia, kita mungkin bisa menyandingkannya dengan Yogyakarta atau Bandung. Kehadiran banyak kampus dan mahasiswa jugalah yang membuat Krakow terasa “muda.”
Lanskap kota memang didominasi oleh Kastel Wawel, tapi jalan-jalannya dihidupkan oleh barisan kafe dan bar. Tentu saja, sebuah kota pendidikan tak otomatis berbakat menjadi Silicon Valley.
“Standar gaji di perusahaan-perusahaan teknologi cukup tinggi. Karena itu banyak remaja tidak berpikir untuk bekerja di kota lain,” ujar Aleksander Smywiński-Pohl, dosen jurusan Teknologi Informasi di Universitas Jagiellonian. Aleksander, yang sudah 15 tahun menetap di Krakow, adalah bagian dari generasi awal technopreneur. Di siang hari, dia mengajar para mahasiswa yang bermimpi menjadi Mark Zuckerberg atau Jack Ma, sedangkan di waktu luangnya, dia mengelola dua perusahaan startup.
Mengandalkan warisan masa lalunya, Krakow ajek mendulang jutaan turis. Bagi masa depannya, kota ini berharap pada kreativitas dari dunia teknologi. Buah dari perpaduan dua sektor itu mulai tampak. Tahun lalu, tingkat pengangguran di kota ini hanya lima persen, separuh dari rata-rata nasional. Berkat berlimpahnya pasokan tenaga terampil, Krakow juga bertengger sebagai destinasi outsourcing nomor satu di Eropa versi lembaga Tholons.
“Peluang usaha terbuka lebar di Krakow,” ujar Robert Siemiński, salah seorang penghuni HubRaum, co-working space yang menampung sekitar 40 pelaku startup. Layaknya kota yang berkiblat pada bisnis berbasis teknologi, Krakow memiliki banyak co-working space, yakni kantor komunal yang menawarkan tarif sewa terjangkau dan peluang membangun jejaring. Di tempat inilah pengusaha muda seperti Robert mendaki tangga mimpinya.
Robert, pria asli Krakow, adalah spesimen klasik Silicon Valley: remaja yang meninggalkan bangku kuliah di tengah jalan demi merintis startup. Perusahaan miliknya, TurboTranslations.com, menaungi 117 penerjemah dan menawarkan jasa transliterasi ke tujuh bahasa. “Silicon Valley sudah berkembang cukup lama di Amerika Serikat, sementara Krakow baru membangun ekosistemnya,” tambah Robert. “Tapi saya tidak berpikir untuk hijrah ke kota lain.”
Saat saya temui, wajah Robert tengah lesu.“Sudah dua hari tidak tidur,” ungkapnya. Bersama sekitar 100 orang rekan sejawatnya, Robert menggarap solusi bagi masalah polusi. Krakow sudah lama didera problem pencemaran udara akibat maraknya penggunaan batu bara, hingga European Environmental Agency menetapkannya sebagai kota dengan tingkat polusi terparah ketiga di Eropa.“Kami sedang menggarap aplikasi yang bisa melaporkan kadar polusi di banyak titik secara simultan, jadi kita bisa tahu lokasi mana yang paling kronis,” jelas Robert.
Di zaman ketika kaum geek mendominasi panggung bisnis, Krakow melihat industri teknologi sebagai peluang untuk mengembalikan kejayaannya. Tapi bagi Robert dan kawan-kawannya, geek bukan semata motor ekonomi, melainkan juga aktor perubahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar